Sunday, August 29, 2010

Bubar di Rumah Winaroh

Kemarin, hari Sabtu tanggal 28 Agustus 2010, anak anak Capoeira Quizumba SMAN 11 Bandung rencananya mau ikut bubar (buka bareng) di ITB bersama anggota CQ (Capoeira Quizumba) se-Bandung. Tapi rencana itu gagal karena... Winar ngga diizinin ikutan bubar di ITB.

Cerita awalnya gini, kemarin itu adalah hari terakhir SAMBET (peSAntren laMBrEta) di SMAN 11 Bandung. Karena hari terakhir, ada evaluasi materi materi selama SAMBET itu. Dan evaluasi nya telah berhasil saya lewati dengan sukses tanpa belajar sebelumnya (applause applause), hasilnya mah yaaa gimana nanti aja hehe. Pulang SAMBET kemarin tuh jam setengah 12 (thanks God akhirnya SAMBET ini telah sukses menjadi SANLAT (peSANtren kiLAT) hanya pada hari Sabtu kemarin doang). Anak anak CQ 11 pada ngumpul di mesjid setelah di-jarkom oleh Kak Algi, ngomongin tentang bubar di ITB dan desain jaket CQ 11. Karena saya niatnya mau main dulu di rumah Winar, saya bilang ke anak anak yang lain mau ke rumah Winar dulu dan habis itu baru ke sekolah ngumpul lagi sebelum ke ITB. Dan Kak Algi bilang,

"Kenapa kita ngga bubar di rumah Winar aja? Kan lumayan tuh, anak capoeira 11 aja"

"Iya bener, terus semuanya Winar yang bayar," kata Kak Memet.

Winar menolak ide Kak Algi, dan setelah mengambil flash disk Farras dan mengembalikan pada orangnya di rumah saya, saya, Winar, dan Iko, pergi ke rumah Winar.
Di rumah Winar, kita nonton Valentine's Day, itu loh film yang ada Taylor Swift sama Taylor Lautner nya. Jam 1-an, Iko pergi, katanya mau les. Dan tinggal lah saya di rumah Winar.

Sekitar jam setengah 3-an, Winar mandi dulu. Ghea nge-sms Winar dan isinya adalah

Nar mau ke ITB ga?

Sama saya dibales

Winar nya lagi mandi. Iya mau. Kamu gey?

SMS itu berlanjut ngomongin ke ITB sampai akhirnya Winar selesai mandi, dan kabar buruk pun datang...

"Jes, aku ngga boleh ke ITB euy sama ibu aku," kata Winar.

"Lah terus gimana dong?" kata saya

"Kata ibu aku suruh aja anak anak ke sini, bubar di sini,"

"Woaaaa... Yaudah aku SMS in aja ya anak anaknya"

Dan saya pun meng-SMS semua anak anak capoeira yang berniat ikut ke ITB tadinya. Dan respon mereka rata-rata adalah:

Rumah Winar di mana?

Atas saran Winar, saya bales mereka begini:

Tanyakan saja pada Dimas Arbrianto bertato tato yang sedang bergoyang

Winar sempet bilang gini ke saya, "Jes, bener ini mah si Kak Algi itu shaman."

Saya, "Kok?"

"Dia kan yang bilang waktu tadi siang minta bubar di rumah saya? Dan sekarang kejadian"

"Wuahahahahahhaa bener eta pisan Nar"

Dan akhirnya, semuanya fix. Bubar jadinya di rumah Winar, dengan yang ikutan adalah Winar (pasti), saya, Kak Adnan, Kak Algi, Dimas, Faraz, dan Ghea. Awalnya saya ngga nyangka kalau Eriya mau ikut, tapi akhirnya dia dateng bersama dengan Kak Algi dan Dimas.

Yang duluan dateng ke acara bubar di rumah Winar tentunya adalah Winar, dilanjut oleh saya, dilanjut oleh Kak Adnan yang nunggu di RM Padang, dilanjut Ghea dan Faraz yang bertemu sama Kak Adnan di RM Padang, dan saya dan Winar menjemput mereka di RM Padang dan menunjukkan rumah Winar, lalu ngga lama kemudian dateng Kak Algi, Dimas, dan Eriya.

Jumlahnya 8 orang. Mamanya Winar nanyain apakah mau teh manis atau teh tawar dan semuanya menjawab kompak: teh manis. Saya duduk dengan tiis di sofa untuk tiga orang di ruang tamu, sambil baca Cinta Brontosaurus-nya Raditya Dika. Di sebelah saya ada Kak Adnan, yang lagi maen hp. Di sofa yang untuk dua orang ada Faraz, di sebelahnya ada Dimas. Di sebelah sofa itu ada sofa untuk satu orang ada Eriya. Di bawah (baca: karpet) ada Winar yang lagi ngecas laptop, dan Ghea yang saya ngga tau apa yang dia kerjakan karena geje. Karena yang cowo pada belum sholat Ashar, mereka sholatnya gantian, kalau ngga salah Kak Algi duluan, terus menyusul Dimas, menyusul Kak Adnan terus Eriya. Tapi ngga tau juga deh urutannya, lupa saya. Yang jelas ujung ujungnya Kak Algi duduk di sebelah Kak Adnan -_-

Sambil nunggu adzan Maghrib, Kak Algi iseng iseng ngoprek laptopnya Winar, dan dia buka aplikasi Picasa, dan menemukan sesuatu yang menarik, yaitu tag-an muka muka orang yang ada fotonya di komputernya Winar. Ini tentu saja menjadi sesuatu yang kontroversial, semuanya langsung berebut ingin liat wajah mereka yang kena tag. Karena rata rata wajahnya pada aneh aneh, semuanya pun menertawai foto orang lain dan ditertawai fotonya. Karena tertawa terlalu jumawa, pinggang saya pun jadi sakit (loh?)

Akhirnya adzan Maghrib berkumandang... Dengan ta'jil yang sudah disediakan yaitu teh manis, kue coklat yang gatau nama bener nya apa, martabak manis keju-coklat, martabak asin ayam-jamur, dan kerupuk kulit, kita semua berbuka bersama-sama. Alhamdulillah...

Sekarang yang jadi topik adalah, sholat maghrib-nya mau sendiri sendiri (munfarid) atau berjamaah. Karena pada mau sholat berjamaah, sekarang tinggal pilih imamnya siapa. Ngga ada anak cowo yang nyalonin diri jadi imam. Akhirnya malah saling tunjuk

"Maneh aja yang jadi imam, maneh kan paling tua, Beng" kata Kak Algi ke Kak Adnan

"Embung, maneh we Jek, maneh kan Karib" kata Kak Adnan ke Kak Algi

"Iya, Kak Algi kan anak Karib" kata yang lainnya.

Semua sepakat, imam untuk sholat maghrib berjamaah adalah Kak Algi. Semuanya sholat maghrib berjamaah di lantai 2 rumahnya Winar. Mukena disediakan oleh Winar untuk anak anak cewe, yang cowo ngga dipinjemin apa apa karena cowo mah gampang udah pada pake celana panjang jadi ngga pake sarung lagi juga ngga apa apa.

Selesai sholat maghrib, semuanya pada ngobrol, dan topiknya adalah... Hantu hantu yang bergentayangan di SMA 11. Suasana menjadi horor, mencekam, uwooooh (?). Kak Algi (yang kita semua ketahui adalah seorang shaman) bercerita tentang hantu hantu sekolah, ditemenin Kak Adnan yang juga nyerita. Kak Algi, Kak Adnan, Dimas, dan Eriya adalah anak anak Pramuka, dan mereka berempat pernah mengalami hal hal horor waktu nginep di sekolah. Ini bikin Faraz sama Ghea merinding. Tiba-tiba datang ibunya Winar, nyuruh Winar pesen delivery sate Padang ke RM Padang, tapi karena ngga bisa di-delivery-kan, ibunya Winar minta salah satu di antara saya, Ghea, Faraz, Kak Adnan, Kak Algi, Dimas, dan Eriya buat nemenin Winar beli makanan di RM Padang. Saya yang nunjuk tangan menawarkan diri nemenin Winar ke RM Padang.

Sambil jalan, kita berdua keketawaan seperti orang idiot yang malem malem jalan jalan ke RM Padang. Tapi kita berdua keketawaan tentu bukan tanpa alasan. Kita berdua keketawaan karena kita ngomongin WAREGG (baca postingan sebelumnya, klik di sini). Karena sate Padang-nya abis, jadinya beli nasi rendang aja.

Ternyata, kisah kisah horor masih berlanjut sampai saya dan Winar kembali ke rumah Winar dengan membawa bungkusan nasi rendang. Mereka (Kak Algi, Kak Adnan, Dimas, Eriya, Ghea, Faraz) sudah pindah ke ruang tamu lagi, tapi topik yang mereka bicarakan masih seputar horor. Nah, pas lagi makan, Ghea teriak horor gara gara ngeliat patung anak kecil yang lagi digendong ibunya di ruang tamu Winar. Semua pun langsung melihat ke arah patung horor tersebut, dan ternyata memang patungnya terlihat menyeramkan.

Meskipun sambil cerita cerita horor, tapi acaranya rame kok. Malah terlalu rame sampai tau tau udah jam setengah 8. Ngga kerasa banget waktunya. Faraz sama Ghea pulang duluan, karena Faraz udah dijemput mamanya dan Ghea nebeng karena dipaksa Faraz. Tinggal lah saya, Kak Adnan, Kak Algi, Dimas, dan Eriya (selain Winar). Kami ber-enam pun lanjut ngobrol ngobrol seru sekali sampai ngga kerasa udah jam 8 lagi. Karena takut kemaleman, kami semua pun izin pulang dan pulang. Semua cowo cowo pada bawa motor, saya nebeng Kak Algi karena dia rumahnya deket sama rumah warnet saya dan emang saya sudah booking motornya (emangnya hotel?) dari beberapa jam sebelumnya.

Nyampe rumah jam 8.20-an, lumayan cepet lah. Pas ngecas hp (karena hp saya batere nya nge-drop), terus dinyalain lagi hp-nya, ada sms dari Winar. Kalau ngga salah isinya gini:

Kata ibu saya kak adnan mukanya tua
Kata ade saya kak algi sipit
Emang bener kan?
Hahaha

Tentu saja saya ngakak. Kak Adnan yang emang paling tua di antara 7 anak SMA yang dateng ke rumahnya Winar disebut muka tua. Wuahahahaha~

Tadi pagi, saya YM-an sama Winar. Dan dia bilang gini:

Winar Holmes: eh si kak adnan ngesms gini loh
Winar Holmes: emang muka saya kayak om om ya?
Winar Holmes: =))
Zessa: hahahahahaha om om =))

Beberapa menit kemudian, Kak Adnan online dan terjadilah chat yang membahas soal om om -,-. Tapi ujung ujungnya malah nyerempet ngomongin WAREGG

Sekian dan terima kasih -_-


PS. Nama CQ 11 itu nama versi saya doang, nama 'resmi' nya ngga tau apa, mungkin nanti akan didiskusikan.

Thursday, August 26, 2010

Please welcome the new community in town → WAREGG (baca: war-egg)

Kisah di blog ini ada hubungannya sama kisah nya Kak Algi di blognya. Biar ngerti, bisa dibaca di sini. Wuekekekekek...

Jadi, selama ini saya, Winar, dan Iko memanggik Kak Algi dengan sebutan tukang telor, dan Kak Adnan atau di blognya Kak Algi namanya jadi Ibenq sebagai ibu-ibu. Miris emang, disebut ibu-ibu -__-

Naaaaah... Ini nyambung juga nih ke postingan sebelumnya yang tentang SAMBET atau peSAntren laMBrETa (keterangan lebih lengkap, klik di sini). Soalnya, mengingat ibu-ibu dan tukang telor sekelas pada saat SAMBET, plus sekelas dengan orang ganteng dan presiden ganteng, yang sempat bikin saya sama Winar ketawa puas banget. Iko juga pas dikasih tau ngakak dia.

Sehubungan XII Ikhwan 1 itu ada kumpulan orang yang kita sebut dengan idioticclub, saya, Winar, dan Iko, suka heboh kalau udah ngomongin soal mereka. Bahkan Iko ada rencana mau membuat kisah geng idiot itu dalam cerita terbarunya. Jadi cerita yang saya sampaikan di blog akhir akhir ini tentang mereka itu bisa disebut kisi-kisi buat ceritanya Iko entar (coming soon, hahaha). Tapi karena di SMAN 11 rata rata nama geng itu pasti diawali dengan WAR, misalnya WARLIST, WARDAY, WARBAR, bahkan sampe WARNET pun ada, maka kami (saya dan Winar), berniat menyamarkan geng idiot itu dengan nama WAREGG (baca: War-egg ).

Loh kenapa WAREGG?

Kenapa ga WARTEG aja?

Karena eh karena...

Kalau WARTEG kan artinya WARung TEGal, ini kan Bandung tauks, bukan Tegal... WAREGG itu artinya WARung EGG. Agak aneh memang, kenapa ga pake WARLOR aja? Soalnya WARLOR kedengerannya aneh, ga seunik WAREGG.

Mungkin kalau belum jelas, WAREGG terlihat seperti WAREG (terjemahan: kenyang) tapi ditulis dengan gaya alay-isme. Kenapa alay? Soalnya G-nya ada dua.

Kemarin (25/08/09), pas lagi menggeje di tengah lapang basket sama capoeirista kelas 11 lainnya seperti Ali, Anisa, Ghea, Dimas, Eriya, tepat di bagian yang ada bunderannya, saya sama Winar teriak WAREGG dan ketawa berguling-guling di lapang (ga sampe segitunya juga kali -_-"). Anak-anak yang lain tentu saja bingung dengan istilah WAREGG (karena kebetulan saya sama Winar baru nyiptain istilah WAREGG itu beberapa jam sebelum menggeje di lapang a.k.a waktu pulang). Yang ngerti arti WAREGG cuma Ali doang, ya meskipun dia ngga ngerti alasan keseluruhan serta latar belakang dari nama dan geng WAREGG yang namanya aneh bin ajaib itu. Capoeirista yang lain masih menyimpan tanda tanya atas misteri dari WAREGG...

Besoknya (baca: tadi), saya cerita ke Iko, Iko bilang dia udah diceritain soal WAREGG sama Winar dan dia pun ketawa ngakak juga.

Buat kalian kalian, kalau mau nyebut WAREGG harus jelas ya, pelafalannya jangan sama seperti saat kalian ngomong WAREG dalam kalimat "aduh aing wareg yeuh", tapi pelafalan nama WAREGG itu seperti ini: WAR-EGG. Seperti kalian ngomong WAR dan EGG (telor), tapi disatuin gitu deh...

Sekian dan terima kasih -_-

Tuesday, August 24, 2010

It's On...

Sanlat nya udah mulai. Agak geje juga sih, mengingat peraturannya kan gaboleh pake jeans, ternyata tadi banyak banget yang pake jeans. Karena sanlat kelasnya cewe-cowo dipisah, saya masuk ke kelas XI Akhwat 5, di kelas ini saya barengan sama Winar. Merasa ada temen, kita duduk sebelahan (berhubung XI akhwat 5 tempatnya di lab biologi dan itu amat sangat tidak nyaman, saudara saudara).

Pas hari Jum'at sebelum sanlat, si Winar datang ke kelas saya, mengumumkan kalau saya dan dia akan sekelas pada saat sanlat nanti. Dan saya pun mengikuti dia ke deket ruang guru buat liat daftar siswa lengkapnya. Dan di situlah kita tertawa... Saat melihat absen kelas XII Ikhwan 1...

"Wah Kak Adnan sekelas sama Kak Algi," kata saya

"Wah kacau," kata Winar, lalu dia menambahkan, "Mereka kan maho."

"Iya, maho mereka. Apalagi pas di McD bubat"

"Iya hahaha"

"Eh, Nar, liat deh, mereka juga ternyata sekelas sama Kak Iqbal"

"Wah makin kacau aja. Mereka bertiga kan alumni barsapat"

"Bener pisan. Eh liat liat pembimbingnya"

"Siapa siapa?"

"M Arianto"

"Waduh makin kacau aja itu kelas hahaha"

"Arianto kenapa?"

"Dia kan bos mereka hahaha"

"Oh ya? Hahahahha mamfus"

Dan sejak saat itu obrolan saya dengan Winar terfokus pada satu topik yaitu... Empat orang aneh di kelas XII ikhwan 1.

Bukan itu tapi yang mau saya ceritakan, ini soal sanlat yang terjadi tadi. Saya dan Winar memang sudah janjian mau pakai seragam panjang saja. Banyak sih yang pakai seragam panjang, tapi yang pakai baju bebas lebih banyak lagi. Udah gitu, ngga enak banget pas Pak Atik bilang lebih baik jangan pakai seragan melainkan pakai baju bebas, soalnya kalau seragam beliau bosan ngeliatnya -_-

Sanlat ini sebenarnya cukup menghebohkan, soalnya pas Senin kemarin di YM dan SMS heboh send all soal ketentuan sanlat esok harinya (baca: hari ini). Karena send all heboh itulah semua anak 11 keknya langsung jadi pada ketar ketir soal sanlat. Bahkan saya sama Wahyudio sempet ngomongin gini

"Harusnya bukan sanlat tuh namanya, kan pulang jam 4" kata dia

"Iya harusnya pesantren lama, sanlam" kata saya

"Bukan, SANTA!! Hahaha"

"Santa?"

"PeSANtren lambreTA hahaha"

"Oh mending SAMBET"

"Oh iya ya, SANTA kesannya SARA. SAMBET apaan?"

"PeSAntren laMBrETa hahaha"

"Jah sama aja, tapi iya deng mendingan SAMBET hahaha"

Dan jadilah saya nyebut sanlat itu dengan sambet -___-

Sambet nya tapi ga sesuai dengan gosip yang beredar sebelumnya kok. Di gosip yang beredar, anak 11 bakal pulang jam 4an, nyatanya jam 3 pun sudah dipulangin... Ya ga beda jauh sih tapi kan tetep aja beda ya ga? *maksa

Besok masih sambet dan akan terus sambet sampe tanggal 28 nanti. Mengingat tadi dikasih modul yang isinya materi untuk di-evaluasi-in tanggal 28 nanti, saya sempat mikir mau mabal aja dari hari Rabu-Jum'at, dan masuk lagi hari Sabtu tanggal 28, langsung evaluasi, jadi belajarnya di rumah. Tapi niat itu saya urungkan, karena kalau saya ga sekolah sama saja saya melewatkan kesempatan 'berharga' MUAHAHAHAHAHAHAHAH

Oke, blog nya aga geje, ya kan? Hahaha

Sekian dan terima kasih -_-

Tuesday, August 17, 2010

Hmmm~~

Kisah yang terjadi sesudah upacara 17-an di sekolah -_-

Tadi sebelum nonton Killers di BSM bersama dengan Winar, Kimiko, dan Kak Algi, kita semua smsan dengan cara yang aneh.
Pertamanya sih si Winar yang nge-sms ke Kak Algi sama Kak Adnan gini

Mau nonton ga?!
~Zessaaa~

Itu kan jelas nomernya Winar, tapi dia pake embel embel nama saya. Begonya lagi, saya nge-sms Kak Adnan sama Kak Algi dengan cara yg sama dengan Winar, cuma tuker nama doang. Jadi gini

Mau nonton ga?!
~Winar~

Akhirnya Kak Adnan dan Kak Algi membalas sms kita berdua dengan tukeran nama seperti yang kita lakukan. Kak Adnan membalas dengan embel embel nama ~algiii~, Kak Algi membalas dengan nama ~ibeeenq-siemens~.

Beres solat dzuhur di sekolah, saya nge-sms duo homo itu lagi dengan isi nanyain lagi di mana, kali ini pake embel embel nama ~iko~, Kak Adnan ngebales pake nama ~memet.

Akhirnya yang pergi ke BSM untuk menonton cuma saya, Iko, dan Winar. Kak Algi datang menyusul. Kak Adnan gajadi ikut dikarenakan (kata Kak Algi) dipengaruhi Kak Memet untuk nganterin dia pulang dan gaikut nonton.


Saya, Iko, dan Winar ujan ujanan ke BSM, tapi akhirnya dapet juga tiket buat nonton Killers. Kita beli 4 tiket, satu lagi Kak Algi nitip katanya. Saya, Iko, dan Winar, nunggu lama banget di bioskop. Dari jam 2 sampe 2.25, Kak Algi belum juga datang, maka akhirnya kami memutuskan masuk studio aja dan minta tolong ke si mbak mbak penjaga untuk ngebolehin Kak Algi masuk. Kak Algi akhirnya masuk kira kira 10 menit setelah film dimulai.

Kejadian yang ngga biasa hari ini ya cuma sms yang tuker identitas itu. Mungkin aja kapan kapan kita bisa minjem nama orang yang memang absurd. Misalnya, nge-sms pake nama kepsek SMAN 11, kan aneh itu, masa iya gitu tiba tiba Pak Kepsek nge-sms pake nomor saya atau nomornya Winar? Absurd -_-

Monday, August 16, 2010

What The?

Jadi inget deh saya sama fanfict goblok yang saya bikin kira kira 5 bulan yang lalu atau sekitar bulan Maret 2010. Itu adalah cerita tergeje dan teraneh yang pernah saya bikin. Ceritanya panjang naujubillah, kalau di-print itu nyampe lah 13 lembar mah. Dibuat secara susah payah dan hasilnya? Dapet nominasi fanfict terbaik di blog Jonas Indonesia meskipun ga menang.

Buat yang mau baca, ada neh deseneh

Pengumuman nominasi Kids’ Choice Awards 2010. Aku dan Nick kebagian nominasi terpisah sebagai aktor terbaik—dan itu artinya kami bersaing, menyedihkan sekali, bersaing dengan adik sendiri. Tapi Kevin dia nggak kebagian nominasi individual. Okay, ini buruk. Panitia mendiskriminasikan Kevin. Dia itu Jonas Brothers juga, hello.
Bersaing dengan adik sendiri mungkin nggak masalah. Tapi kalau cuma bersaing dengan seorang adik dengan seorang kakak yang ‘menganggur’ karena nggak dapat nominasi, itu merupakan masalah.
Jika kami mau protes, harga diri kami mau di kemanakan nantinya. Untungnya, Kevin adalah orang yang sabar, sehingga dia nggak menuntut dijadikan nominasi aktor terbaik juga, dan bersaing bersama aku dan Nick. Tapi aku sebagai ‘si tengah’ merasa bersalah. Aku jadi nominasi, Nick jadi nominasi, sedangkan Kevin tidak.
Aku sempat membaca di Twitter, bahwa fans kami pernah menjadikan #KevinForKCA10 menjadi Trending Topic selama beberapa puluh menit, itu sempat membuat Kevin terharu, tapi tetap saja tidak merubah pikiran panitia KCA 2010.
Aku berharap, siapapun yang terbaik akan memenangkan persaingan aktor terbaik ini. Amin.
***
Aku bisa saja terlihat sabar sekarang. Tapi tidak menjadi nominasi ‘Aktor Terbaik’ di Kids’ Choice Awards 2010 saat adik-adikku menjadi nominasi itu merupakan sebuah diskriminasi, panitia KCA 2010 seolah menganggap Jonas Brothers itu hanya terdiri dari Joe dan Nick—tanpa Kevin.
Danielle bilang, mungkin jika aku turut jadi nominasi juga, panitia akan merasa semakin membeda-bedakan Jonas Brothers, karena semuanya bersaing untuk menjadi aktor terbaik. Aku mempertimbangkan ucapan Dani, semoga saja memang itu alasannya.
Tapi aku tetap tidak terima. Kalau aku nggak jadi nominasi, Joe dan Nick juga seharusnya enggak dong.
Entah kenapa sejak Nick mendeklarasikan band side projectnya, publik kini menganggap Jonas Brothers itu sudah nggak ada, yang ada sekarang hanya Kevin Jonas, Joe Jonas, dan Nick Jonas serta bandnya, Nick Jonas & the Administration. Bukannya aku menyalahkan Nick karena membuat band side project baru, tapi entah kenapa aku menganggap itulah penyebab perpecahan para fans sehingga kini fans Jonas beralih ke lain artis.
***
Entah kenapa aku merasa banyak fans yang menyalahkan kehadiran band side project baruku sebagai penyebab Kevin tidak terpilih menjadi nominasi aktor terbaik di Kids’ Choice Awards 2010 nanti. Well, ini memang mungkin salahku karena ngotot minta diizinkan buat side project lain selain Jonas Brothers, tapi aku bosan dengan Jonas. Ups, mungkin aku baru saja mengucapkan sesuatu yang tidak seharusnya aku katakan.
Oke, aku mau Kevin jadi nominasi KCA 2010 juga. Nggak adil buat dia. Jika aku dan Joe bias jadi nominasi aktor terbaik, kenapa dia enggak? Dunia tidak adil memang.
Dan bukan hanya masalah Kevin nggak masuk nominasi KCA 2010 saja sekarang yang menghadapi keluarga kami. Gosip-gosip bahwa Jonas Brothers sudah nggak eksis dan kehadirannya akan digantikan oleh Justin Bieber membuatku pusing. Jonas Brothers tetap eksis karena kami masih bersaudara. Kami nggak akan pernah bubar. Nggak akan.
***
“Kevin! Kamu kenapa marah-marah terus sih sekarang? Kamu jadi beda,” Dani protes setelah aku marah-marah sendiri dan melampiaskannya ke hp-ku.
“Memangnya kenapa, Sayang?” aku mencoba meredam emosi.
“Apa ini karena Kids’ Choice Awards?” dia bertanya.
“Kalau iya kenapa?” jawabku.
“Sayang,” Dani memegang pundakku. “Itu kan cuma untuk tahun ini. Dan masa kau nggak mau menyisakan tempat untuk aktor lain selain Jonas untuk ikut bersaing sebagai aktor terbaik? Nominasinya kan cuma untuk 4 orang. Masak, orang lain yang selain Jonas yang ikut berpartisipasi menjadi nominasi cuma seorang kalau kau jadi nominasi? Mungkin itulah pertimbangan para panitianya.”
Setelah penjelasan Dani yang panjang lebar itu, aku berpikir sebentar, mencoba mempertimbangkan ucapannya.
“Sudahlah, berhentilah mengeluh, Sayang,” Dani mengelus pundakku.
Aku menatap Dani dalam-dalam, “Tapi, Sayang. Aku nanti hanya jadi penonton di KCA 2010.”
Mungkin kesabaran Dani sudah habis, dia berdiri agak jauh sekarang, “Kau sudah dinasihati tetap saja keras kepala, ya? Kau mau kuapakan?”
Aku menatap Dani lagi, “Sayang…”
Dan sekarang, Dani memegang sapu, “Kalau kau masih mengoceh dan mengoceh tentang Kids’ Choice Awards, kau akan merasakan sapu ini di punggungmu selama seminggu.”
“Dani, please,” aku memohon. “Aku nggak bias melupakan Kids’ Choice Awards sekarang, aku butuh waktu lebih dari seminggu.”
Dani menurunkan sapunya, “Sekali lagi kau bilang kata-kata itu, sapu ini melayang ke punggungmu.”
“Kau masih terus mengancamku untuk melupakan soal KCA, hah?” aku berdiri, lalu memelototinya sekarang.
Dani mengangkat sapunya lagi sekarang, posisi siap menyerang.
“Oke, aku akan pergi menenangkan diri, dan nggak akan pulang dulu sampai otakku benar-benar bersih dari Kids’ Choice Awards,” sambil mengatakan itu, aku membawa koperku yang masih ada isinya—baju untuk tur dan beberapa baju santai—yang belum sempat aku rapikan.
Saat aku berjalan melewati Dani, aku merasakan tatapannya, tatapan menyesal dan kehilangan. Tapi apa boleh buat, daripada nanti aku dipukuli pakai sapu di punggung kalau aku ngomongin KCA terus. Dan sekarang aku berjalan menuju mobilku, aku mau ke bandara, lalu pergi ke suatu tempat yang aku tahu, bias membuatku tenang dan melupakan segalanya tentang Kids’ Choice Awards.
***
“Joe, Kevin pergi,” aku mendengar isak tangisnya Dani di telepon. “Dia bilang dia nggak akan kembali sebelum dapat melupakan Kids’ Choice Awards dengan tenang.”
“Apa?” aku teriak di telepon, mengundang perhatian Frankie yang sedang menonton TV. “Terus sekarang dia pergi ke mana?”
“Aku nggak tahu, Joe. Dia bilang dia mau pergi ke suatu tempat,” Dani menangis.
“Memangnya kenapa dia pergi?” tanyaku.
Dani terdiam sebentar, namun isak tangisnya masih terdengar di telepon. Itu pasti sangat berat buat Dani, Kevin dan Dani baru saja menikah Desember lalu, sehingga umur pernikahan mereka masih sebentar. Dani mengeluarkan suara, “Sebelumnya, aku ancam akan pukul dia pakai sapu kalau dia masih saja terus ngoceh tentang KCA. Soalnya aku bosan dengar gumulan dan keluhannya. Memang aku salah ya?”
Sekarang aku yang diam. Bertengkar, karena KCA, karena Dani nggak cukup sabar menerima omelan Kevin tentang KCA. Sangat sinetron. Sungguh. “Oke, aku akan lacak keberadaan Kevin ya, yang tenang saja, lupakan dulu dia.”
“Lupakan?” Dani teriak. “Umur pernikahan kami baru 3 bulan dan kau suruh aku lupakan Kevin?”
Aku kaget, ternyata aku mengatakan hal yang salah, “Oh, maksudku tadi, lupakan dulu masalahnya. Hahaha.”
Aku kaget juga karena aku masih sempat tertawa setelah dicurhati Dani tentang masalahnya dengan Kevin. Ini padahal merupakan masalah yang cukup berat buat mereka—mengingat umur pernikahan mereka baru 3 bulan. Dan bodohnya lagi, mereka bertengkar karena tiga hal. Satu, Kevin mengomel terus tentang Kids’ Choice Awards. Dua, Dani tak cukup sabar menerima omelan Kevin. Tiga, Kevin marah karena Dani mengancam akan pukul dia pakai sapu. Kalau dilihat-lihat, ketiganya bukan merupakan masalah yang berat, ketiganya masalah sepele. Tapi setelah Kevin kabur begini, ketiganya seolah menjadi masalah yang sangat berat.
Setelah percakapanku dengan Dani di telepon selesai, Frankie yang tadi terkejut mendengarku yang ditelepon Dani segera bertanya, “Ada apa sih?”
“Masalah Kevin dan Dani,” aku menjawab. “Sudahlah, kau bocah nggak perlu tahu.”
Frankie manyun, “Memang apa sih masalahnya? Kok tadi kau sampai teriak gitu bilang ‘apa’-nya?”
Aku memegang pundak Frankie, lalu menunduk, mencoba menyetarakan tinggi dengannya, “Ini masalah orang dewasa. Anak kecil nggak boleh tahu.”
“Memangnya kau sudah dewasa?” tanya Frankie.
“Umurku sudah di atas 16—20, itu artinya aku sudah dewasa, kan?” aku berdiri lagi, dan lalu meninggalkan Frankie yang aku yakin bahwa dia masih penasaran dengan masalahnya Kevin-Dani.
***
Di bandara. Aku yakin bahwa Dani sudah menelepon Joe dan menceritakan semuanya. Tapi apa peduliku? Toh mereka nggak tahu bahwa aku akan pergi ke mana, yang jelas aku mau pergi ke tempat nun jauh di sana. Tempat yang indah, yang jelas di luar Amerika Serikat, dan mereka nggak akan menyangka bahwa aku akan pergi ke tempat yang sekarang mau aku kunjungi itu.
Penerbangannya tinggal 10 menit lagi. Bagus, aku tinggal menunggu selama 10 menit dan… goodbye America dan Kids’ Choice Awards, Kevin Jonas is leaving.
***
Joe menceritakan padaku bahwa Kevin kabur dari rumahnya bersama Danielle. Oke, ini semakin rumit. Karena Kids’ Choice Awards kini masalahnya malah jadi tambah besar. Menurut Joe, dia punya tiga hipotesis mengenai kaburnya Kevin ini. Pertama, bahwa Kevin nggak terima dengan nasibnya yang hanya sebagai penonton di KCA 2010. Kedua, bahwa Danielle sudah nggak cukup sabar menerima omelan Kevin yang terus-menerus membahas KCA. Terakhir, bahwa Kevin tidak terima dirinya diancam Danielle akan dipukuli sapu jika ia terus di rumah dan membicarakan KCA.
Katanya sekarang Kevin berada dalam perjalanan menuju suatu tempat yang Danielle nggak tahu apa karena Kevin nggak menyebutkan nama tempatnya. Tapi aku punya satu dugaan, di mana Kevin berada sekarang. Aku membawa sebagian baju-bajuku ke dalam koper, lalu aku membawanya ke dalam mobil. Saat itulah Frankie memergokiku.
“Mau ke mana?” tanyanya polos.
“Nyusul Kevin,” jawabku dingin, lalu aku berjalan ke garasi, menuju mobil, dan pergi ke bandara juga.
***
“Nick juga?” aku bertanya pada Frankie. “Tahu dari mana dia nyusul Kevin?”
“Dia yang bilang tadi,” jawab Frankie.
Mama yang mendengar ribut-ribut keluar dari dapur, “Ada apa ini, Joe? Frankie?” Mama menatap satu persatu dari kami bergantian. “Kalian nggak bertengkar kan?”
“Enggak,” jawab kami bersamaan.
“Terus? Kenapa ribut?” tanya Mama.
Aku menelan ludah, lalu menceritakan semua yang Dani tadi ceritakan di telepon, plus cerita dari Frankie bahwa Nick kabur juga dan katanya menyusul Kevin. Mama terkejut. “Masa mereka nekat gitu sih?”
“Maka dari itu, Ma,” jawabku. “Aneh banget kan, Ma? Gara-gara Kids’ Choice Awards tuh jadi kaya gini tu aaah.”
Mama kembali ke dapur, sepertinya peduli nggak peduli.
Aku berpikir, mengira-ngira ke mana perginya Kevin dan Nick, dan kenapa Nick bisa tahu ke mana Kevin pergi, padahal kan Kevin nggak bilang ke Nick dia mau pergi ke mana—ke Dani saja dia nggak bilang, ke aku juga. Setelah berpikir cukup keras, sekarang aku tahu Kevin pergi ke mana. Ke suatu tempat yang ia sukai makanannya, yang pernah kami kunjungi waktu kecil. Kevin pasti pergi ke sana
***
Jakarta, ibukota Indonesia, negara favoritku. Kenapa aku pilih Indonesia? Karena suasana negaranya berbeda jauh dengan Amerika, yang mungkin bisa membuatku dengan mudah melupakan semua persoalan tentang Kids’ Choice Awards 2010.
Dari bandara di Jakarta ini, aku nggak tahu mau ke mana, lalu aku pun bertemu dengan seorang gadis muda di kursi tunggu bandara. Gadis itu duduk sendiri, aku pun menghampirinya dan bertanya, “Hotel terdekat di mana?” Aku bertanya dalam bahasa Inggris.
Gadis itu menoleh, dan setelah melihat wajahku, mata hitamnya membesar karena kaget, lalu dia teriak, “KEVIN JONAS!!! AAAAAAA KEVIN JONAS!!!”
Dia meneriakkan namaku, dan tentu saja menarik perhatian semua orang. Semua yang (mungkin) tahu namaku dan tahu aku langsung ikut meneriakkan namaku, kini aku harus mencari tempat untuk bersembunyi, lalu baru aku nanya-nanya tentang hotel terdekat.
***
Pesawatnya cukup cepat juga, aku sampai di Indonesia tepat sehari setelah aku menyatakan pergi ke Frankie. Tapi karena aku nggak tahu jalan manapun di Indonesia, yang kuingat hanya satu: Kevin suka salah satu kota di Indonesia, dan aku lupa apa. Yang kuingan nama tempatnya dari B. Setelah melihat peta Indonesia, ada satu kota yang menarik perhatianku, yang mungkin merupakan tujuan Kevin. Berau, Kalimantan. Aku bertanya pada petugas arah ke Berau ke mana dari bandara di Jakarta itu. Petugas tertawa setelah aku menanyakan hal itu. Well, apa ada yang lucu?
“Berau itu harus naik pesawat lagi, pertama-tama ke Kalimantan Timur dulu, nah baru naik mobil ke Berau, kira-kira dua jam perjalanan dari sini ke Kaltim naik pesawat,” petugas itu menjawab dengan Bahasa Inggris yang cukup lancer untuk seorang asing.
Setelah mengucapkan terima kasih, aku memesan tiket ke Kalimantan Timur untukku, dan menunggu sekitar sejam setelah pembelian tiket, baru aku dapat pesawat untuk berangkat ke Kalimantan Timur.
***
Aku itu gampang lupaan. Aku lupa nama kota favorit Kevin di Indonesia itu apa. Aku membeli peta Indonesia dulu sesampainya di bandara, aku terlihat banget sebagai seorang turis kesasar di sini, lalu aku menemukan dua tempat yang mungkin tujuan Kevin ke sini. Bandung dan Bali. Lalu sambil memikirkan mana yang benar, aku memainkan internet hp dan searching soal Bandung dan juga Bali. Dari internet aku memperoleh informasi bahwa Bali itu kota turisnya Indonesia, sedangkan Bandung itu kota fashion. Fashion. Kata itu seolah menarik perhatianku untuk pergi ke sana. Ke Bandung.
***
Akhirnya aku dapat hotel juga, yang nyaman lagi. Century Park, hotel yang sebetulnya cukup murah tapi tempat dan pelayanannya cukup bagus. Dan tempatnya jauh juga dari Bandara, sekitar 2 jam aku baru sampai di hotel ini. Padahal selama perjalanan dari bandara ke sini aku melihat banyak hotel-hotel lain. Kenapa aku pilih hotel ini ya?
Aku langsung tertidur di hotel ini, padahal jam menunjukkan pukul 5 sore waktu Indonesia Barat. Oke ini artinya, pikiranku masih belum betul speenuhnya.
***
Sekarang sudah sampai Berau, dan aku betul-betul nggak tahu harus ke mana. Di jalan, saat aku jalan sendirian, aku melihat ada seorang cewek yang memelototiku terus. Akhirnya, aku pelototi dia balik, aku menghampirinya.
“Kau benar-benar Nick Jonas?” dia bertanya dalam Bahasa Inggris yang cukup fasih.
“Ya, kenapa?” jawabku.
“Oh,” bibirnya membulat. “Kenapa bisa ada di Berau, dan kenapa nggak sama Joe dan Kevin?”
Pertanyaan yang sulit untuk dijawab, “Panjang ceritanya.”
“Orang tua kalian cerai?” tanya gadis itu.
“Lupakan, aku butuh tempat istirahat sekarang,” jawabku. “Kau tahu tempat peristirahatan terdekat?”
“Tahu dong,” jawab cewek itu ceria. “Kau ikut saja denganku.”
Ternyata cewek itu bawa mobil, baguslah. Dan dia menyuruhku masuk ke dalamnya. Aku duduk di kursi sebelah supir, cewek itu yang jadi supirnya. Sepanjang perjalanan aku mendengarkan suara lagu-lagu Jonas Brothers di mobil cewek itu. Pastilah cewek ini satu dari sekian fans Jonas Brothers setia, yang nggak pindah ke lain artis karena gosip nggak mutu.
***
Oke, Bandung, kota yang katanya kota fashion-nya Indonesia ini, kota yang kalau sekilas terlihat indah dan hijau. Pohon di mana-mana. Okelah, ini bagus sekali kalau kufoto dan lantas kuceritakan ke Demi dan Disney.
Aku masih bingung, saat aku berjalan seperti turis nyasar di sini, ada seorang cewek berkacamata yang menghampiriku dan bertanya dalam Bahasa Inggris, “Kau bingung?”
“Ya, aku bingung,” jawabku. “Aku. Butuh. Istirahat. Segera.”
“Kau Joe Jonas kan?” tanya cewek itu lagi.
“Ya, aku Joe Jonas, kau bisa antar aku ke tempat istirahat terdekat?” tanyaku.
Cewek itu mengangguk, lalu ia memintaku mengikutinya., Cewek itu masuk ke dalam sebuah mobil dan menyuruhku ikut masuk ke dalamnya.
Di dalam mobil itu, ada cewek itu dan ayahnya. Si cewek itu dan ayahnya mengobrol dalam bahasa yang nggak aku ngerti—mungkin ini yang namanya Bahasa Indonesia. Mungkin cewek ini penggemar setia Jonas Brothers, karena sepanjang perjalanan aku mendengarkan CD Jonas Brothers terus.
***
Cewek yang mengantarku ke tempat istirahat—yang ternyata adalah rumahnya itu—bernama Astria, umurnya 15 tahun dan kelas 1 SMA. Kami berkenalan sesampainya di rumah—atau tempat peristirahatan—nya Astria, dia mengajakku ngobrol. Adiknya yang bernama Chintya juga ternyata penggemar berat Jonas Brothers. Sekarang aku seperti homestay di rumah penduduk local, aku serasa menjadi siswa pertukaran pelajar dari Amerika ke Indonesia.
Astria bilang bahwa aku celebrity crushnya. Well, aku tersanjung sekali. Dan dia sangat senang bisa menemukanku nyasar di Berau.
“Kenapa kau bisa kesasar, Nick?” tanyanya dalam Bahasa Inggris yang cukup lancar.
“Aku mencari Kevin,” jawabku. “Dia kabur ke Indonesia, tapi aku lupa kota favoritnya di Indonesia, yang kutahu inisial kota-nya B.”
“KEVIN NYASAR DI INDONESIA JUGA?” tanyanya.
“Ya, dia kabur setelah kasus Kids’ Choice Awards itu,” jawabku.
Astria terlihat sangat kaget, dia mengoprek hp-nya dan mengetik sesuatu—aku nggak tahu itu apa.
***
“Hey, Joe,” cewek yang akhirnya ku tahu bernama Zessa itu menyapaku.
“Ya?” aku membalas menyapanya.
“Kenapa kau bisa nyasar ke sini?” Zessa bertanya tapi matanya mengetik sesuatu di hpnya, aku curiga dia mengirim SMS ke teman-temannya dan bilang ada aku di rumahnya.
“Aku…” aku berpikir dulu, menciptakan efek dramatis. “Aku nyusul Kevin, dan Nick.”
“Kevin dan Nick?” tanyanya. “Jadi mereka juga nyasar ke sini?” sekarang dia memperhatikan aku, nggak ke hpnya lagi.
“Ya,” jawabku dingin. “Pertama Kevin duluan yang ke sini, lalu Nick nyusul Kevin. Berikutnya kau pasti mau nanya kenapa Kevin bisa ke sini, yak an?”
“Ya, itu pertanyaanku berikutnya,” dia nyengir. “Memang kau mau jawab?”
“Tentu saja, aku kan baik,” aku setengah tertawa saat aku mengatakan hal itu. “Well, kau tahu bahawa Kevin nggak masuk nominasi Kids’ Choice Awards 2010?”
Gadis itu mengangguk, “Tentu saja aku tahu. Itu sempat jadi Trending Topic di Twitter. Dan aku ikut nyumbang beberapa tweets,” dia nyengir padaku. “Terus apa hubungannya dengan kepergiannya ke Indonesia? Danielle ikut?”
Aku menggeleng kepala, “Nggak. Justru karena Dani, Kevin jadi pergi.”
“Ohya? Dani ngapain sampai Kevin kabur gitu?” tanyanya begitu serius.
“Dani mengancam bakal pukul Kevin pakai sapu kalau Kevin terus bersedih dan ngomel terus di rumah tentang kekecewaannya pada panitia KCA. Begitulah,” jawabku. “Kevin terlihat sabar padahal—kepadaku atau Nick.”
Zessa melihatku dengan serius, “Benarkah itu? Atau ini cuma sebuah cerita karanganmu saja?”
“Serius. Ini benar-benar terjadi,” jawabku. “Kau mau bukti? Aku bisa menyambungkanmu dengan Nick di telepon online.” Aku memberikan hpku padanya—yang telah sebelumnya kusambungkan pada Nick via telepon online.
Zessa menerima hpku, lalu meletakkannya di telinganya, dia berbicara pelan—terlihat sekali dia gugup, “Halo?”
Aku diam saja, memperhatikan Zessa berbicara dengan Nick di telepon. Dalam hati aku berpikir, “Mungkin nggak ya, kasus ini jadi heboh banget? Ya pasti lah.”
***
Pagi pertama di Jakarta, setelah melewati malam pertama. Aku mau pergi jalan-jalan, rasanya penat diam terus di kamar. Aku pergi keluar hotel, sekarang aku menghadap ke jalan raya Jakarta yang—oh my god—cukup padat. Ada taksi lewat, aku memanggilnya dan naik ke dalam taksi.
“Mau ke mana, mas?” tanyanya dalam Bahasa Indonesia. Karena aku nggak ngerti, aku menjawab, “I don’t understand, speak English please?
Si supir taksinya diam sebentar, melihat ke arahku lewat kaca spion tengah, lalu bertanya lagi—sekarang dalam Bahasa Inggris, “Where are you going, sir?
“Ke mall terdekat di mana ya?” aku bertanya dalam Bahasa Inggris. “Soalnya aku nggak tahu mall yang bagus di Jakarta.”
“Ke Senayan City mau nggak, sir?” tanyanya.
“Jauh nggak, pak?” tanyaku.
“Lumayan kalau dari sini. Jadi, mau?” tanyanya, seolah promosi.
Aku berpikir sebentar, “Boleh deh, antar saya ke sana ya, pak.”
Si supir taksi menekan pedal gas, taksi pun maju. Dan saya—sebagai turis nyasar yang nggak tahu apa-apa—duduk di jok penumpang belakang sambil main hp.
***
Sudah semalam aku nginep di rumahnya Astria dan Chintya. Keluarga ini cukup baik, memperlakukanku seperti saudara sendiri—padahal aku turis yang nyasar ke Berau. Anehnya, mereka nggak banyak Tanya soal kepergian Kevin. Astria yang kemarin mengajakku ngobrol saja nggak banyak tanya. Dia cuma bertanya, “Kenapa?” dan sudahlah, nggak memanjang.
Tapi aku curiga, si Astria sering banget ngoprek hpnya tiap liat aku. Aneh banget.
Oh iya, kemarin malam Joe meneleponku via telepon online, tapi yang ngomong cewek. Cewek itu namanya Zessa. Joe ternyata nyusul juga ke sini, dan berdasarkan ceritanya Zessa, dia yang ‘menampung’ Joe di rumahnya.
Sekarang, mamanya Astria mengajakku sarapan pagi, “Nick, ayo kita sarapan.”
“Oke, madam,” aku mencoba untuk mencawab secool dan sesopan mungkin, supaya tidak dianggap sebagai tamu yang nggak punya etika.
Sarapannya roti panggang selai coklat yang enak, aku jadi kangen Mama deh. Di saat aku sarapan, aku jadi mikirin, Joe sama Kevin lagi ngapain ya di belahan Indonesia yang lain? Hmmm…
***
Sarapan. Neneknya Zessa memberiku fried rice yang wuiih, enak banget. Aku harus minta Mama bikinin ini sepulangku ke Amerika nanti.
Keluarga Zessa cukup ramah, tapi ada beberapa orang yang menganggap kedatanganku aneh, mereka adalah tante dan omnya Zessa—yang dia panggil ua atau apalah itu. Well, kedatanganku ke sini memang tiba-tiba dan sangat tidak terencana.
Mungkin Kevin penyebab utama semua ke-kaburan yang terjadi. Oh, mungkin bukan dia penyebabnya, tapi Kids’ Choice Awards. Seandainya panitia KCA mengizinkan Kevin menjadi nominasi di KCA, semua ini nggak akan terjadi.
Sementara aku menikmati nasi goreng buatan neneknya Zessa, aku memikirkan, apa yang terjadi di Berau—tempat Nick, dan tempatnya Kevin sekarang.
***
Aku sampai di Senayan City, dan aku benar-benar terlihat seperti bule nyasar di sini—aku tahu istilah bule karena tiap ada orang yang ngeliat pasti bilang, “Eh, ada bule.”
Aku berjalan-jalan di Senayan City, belum semua toko-nya buka karena masih pagi—memang buka fullnya jam berapa sih?
Aku lihat kanan kiri, belum ada stand yang buka, okelah, aku duduk saja di depan mall—benar-benar terlihat seperti orang hilang—melihat kea rah tempat parkir yang masih sepi. Aku lapar, belum sempat sarapan di hotel tadi. Aku masuk lagi ke dalam area mall, mencari tempat makan yang sudah buka.
***
Zessa terus memainkan hpnya, kadang aku penasaran apa yang dia lakukan dengan hpnya, soalnya dia seolah nggak bisa lepas dari hpnya. Dan sekarang, aku mencoba bertanya, “Kau ngapain?”
“Ngetweet,” jawabnya dingin. “Kau kenapa nggak ngetweet juga? Bukannya punya Twitter juga kan?”
Aku menjawab, “Aku bingung mau ngetweet apa, aku takut apa yang nantinya aku tweet malah jadi kontroversi karena sekarang kenyataannya aku nggak di rumahku.”
“Oh gitu,” jawabnya, sekarang dia melihatku. “Kenapa nggak ngetweet yang biasa-biasa saja?”
“Maksudmu?” tanyaku.
“Ya, kayak Good Morning atau apa lah sejenisnya,” jawabnya.
Aku berpikir sesaat, “Okelah kalau begitu.”
***
Aku meratap di kamar tamu keluarganya Astria. Well, aku benar-benar nggak tahu harus ngapain, jadi aku tidur-tiduran saja di sini. Di saat aku sedang terdiam, Astria masuk membawa gitar.
“Hey, Nick. Apa aku mengganggumu?” tanyanya.
“Tentu saja tidak,” aku bangun saat dia memanggilku.
“Haha, kau mau main akustik bersama?” tanyanya malu-malu. “Kalau kau nggak mau, ya sudah, aku nggak maksa kok.”
“Tentu saja aku mau. Aku betul-betul sedang bosan,” aku mengambil gitar yang lagi dipegang Astria. “Kau mau nyanyi lagu apa?”
Astria menatapku, mukanya merah. Well, aku nggak tahu kata-kataku bisa membuatnya malu. Dia pun menjawab, “Turn Right, boleh?”
Aku tersenyum cool dan mengangguk. Lalu aku memainkan melodi lagu Turn Right, dan kami bernyanyi bersama.
***
Sudah selesai sarapan, aku berkeliling mall lagi dan di koridor, aku bertemu dengan cewek yang meneriakiku di bandara kemarin. Cewek itu menatapku, dingin, namun penuh arti. Cewek itu sedang jalan bersama seorang cewek lagi—mungkin adiknya atau saudaranya atau temanya, ya itulah.
Canggung, aku menyapa cewek itu, “Hei J.”
Cewek itu berbisik ke adiknya sebentar, lalu menyapaku balik dengan Bahasa Inggris yang cepat seolah dia sedang nge-rap, “Hai Kevin, namaku Dea, dan ini adikku, Ancita. Senang bertemu denganmu.”
Aku meresponnya, “Senang bertemu denganmu juga, Dea dan Ancita.”
Sepanjang jalan-jalan di Senayan City, aku ditemani oleh kedua cewek yang nge-fans berat sama band saudaraku ini. Mereka bertanya alasanku ke Indonesia—mereka kira aku mau tur—dan aku menceritakan semuanya, mulai dari masalah Kids’ Choice Awards.
“Wow,” Ancita berdecak kagum. “Ckckck, hebat ya…”
“Kenapa kau pilih Indonesia?” tanya Dea. “Kenapa nggak negara lain aja gitu?”
Aku berdeham sebentar, lalu menjawab pertanyaan Dea, “Karena aku cinta Indonesia. Kau tahu, itu ada di biodataku. Negara favoritku adalah Indonesia.”
Dea dan Ancita membelalak kaget, “OH IYA YA.”
Aku pun memulai topik lain, aku nggak mau ngomongin tentang KCA lagi untuk sekarang, aku ingin melupakan masalah ini biar aku bisa cepet pulang lagi ke Amerika.
***
“Hey, Joe,” Zessa memanggilku.
“Ya, Zes?” tanyaku. “Ada apa?”
“Apa Nick sudah meneleponmu lagi?” tanyanya.
“Belum,” jawabku. “Kau mau bicara dengannya? Biar kutelepon dia sekarang.”
“Nggak, nggak usah,” jawabnya. “Tapi Astria meneleponku tadi, katanya Nick ada bersamanya sekarang, di Berau, dan dia mengajak kita untuk bertemu di Jakarta, bagaimana?”
Aku berpikir sebentar. Bertemu dengan Nick—yang nyasar ke Berau—di Jakarta? “Kenapa harus Jakarta?”
“Karena Kak Dea mengirimku SMS sebelum Astria menelepon, dan Kak Dea bilang Kevin ada di Jakarta, dan sekarang Kak Dea lagi jalan-jalan sama Kevin. Lalu setelah Astria menelepon aku certain tentang Kak Dea, dan kami setuju mau mempertemukanmu dengan Nick dan Kevin,” jawabnya panjang lebar. “Jadi gimana? Mau nggak?”
Aku berpikir sebentar, diam, merenung, memikirkan kemungkinannya jika aku, Nick, dan Kevin bertemu. Lalu aku menjawab Zessa, “TENTU SAJA!!!” Aku terdengar sangat antusias. “Kau baik sekali, dan bilang terima kasih pada temanmu, Astria dan Kak Dea itu yaaaa… Aku berhutang pada kalian bertiga.”
“Oke,” Zessa tersenyum, mengetik sesuatu di hpnya, dan menelepon. Mungkin dia menelepon Astria atau Dea.
***
Jamming selesai sebelum lagu Turn Right selesai. Astria menelepon temannya—yang katanya ‘menampung’ Joe di rumahnya. Aku berpikir, sampai kapan aku menginap di sini.
Setelah Astria selesai menelepon, aku bertanya, “Ada apa memang? Kayaknya itu penting deh.”
Astria menjawab, “Well…” dia terdiam sebentar. “Zessa bilang Kevin ada di Jakarta, dan aku serta Zessa dan juga Kak Dea mau mempertemukanmu dengan Joe dan Kevin.”
Mendengar nama Joe dan Kevin, aku kaget, “Kak Dea siapa? Kapan kalian mau melakukan rencana itu?”
“Kak Dea itu orang yang ‘menemukan’ Kevin di Jakarta,” jawab Astria. “Jadi gimana? Mau ketemuan nggak nih?”
Aku menjawab dengan antusias, “Mau. Tentu saja aku mau.”
Di saat aku menjawa, teleponnya Astria bordering, “Oh tunggu sebentar,” katanya. “Wah, Zessa menelepon. Tunggu ya, Nick.”
Temannya menelepon. Bagus, sebentar lagi aku akan dipertemukan dengan saudara-saudaraku yang nyasar juga. Makasih Tuhan.
***
“Kevin,” Dea memanggilku.
“Ya?” tanyaku.
“Aku tadi ngesms temen, dan aku cerita kalau aku nemu kamu di Jakarta, dia bilang, dia juga nemu Joe di Bandung,” jawabnya.
Joe? Di Bandung? “Apa? Jadi Joe nyusul ke sini juga? Ke Bandung gitu?”
Dea menjawab, “Ya, katanya temennya dia juga nemu Nick di Berau.”
Ini semakin aneh dan absurd, “NICK DI BERAU?”
Dea menjawab lagi, “Ya, jadi intinya kalian semua—Jonas Brothers—ada di sini, di Indonesia, tapi di tiga tempat berbeda yang jaraknya cukup jauh.”
Aku menghela napas sebentar.
“Kak,” panggil Ancita ke Dea. “Apa kita mau mempertemukan Kevin dengan Joe dan Nick?”
Aku menoleh, “Kalian mau mempertemukan aku dengan mereka?”
Dea dan Ancita mengangguk bersamaan. Ya Tuhan. Joe dan Nick mencariku ke Indonesia—dan mereka nyasar di Indonesia. Betapa besar rasa saying mereka terhadapku yang tertua ini, Tuhan. Terima kasih, telah memberiku adik yang sangat baik dan sayang padaku, ya Tuhan.
Dea menerima telepon, dia mengobrol dengan seseorang dalam Bahasa Indonesia. Mungkin, dia sedang merencanakan sesuatu tentang pertemuanku dengan adik-adikku nanti.
***
Astria memberitahuku bahwa dia, Zessa, dan Dea sudah siap mempertemukan aku dan saudara-saudaraku. Katanya kami bisa bertemu di Soekarno-Hatta International Airport, Jakarta. Dan kami akan berangkat, SEKARANG JUGA.
Astria meminta supirnya mengantar aku dan dia—juga Chintya yang ingin ikut—untuk ke bandara di Kalimantan Timur ini. Well, ini masih jam 11 siang, dan kami mungkin akan sampai di Jakarta agak sorean. Aku nggak sabar ketemu Kevin, juga Joe. Ini artinya, sebentar lagi kami pulang.
***
Aku sedang dalam perjalanan ke bandara sekarang, bersama Zessa dan ayahnya. Sekitar 2 jam-an lagi atau mungkin kurang aku bisa bertemu Kevin, dan Nick!
“Kau pasti sangat tertarik ya, bisa bertemu Kevin dan Nick lagi,” kata Zessa. Aku bingung, itu pertanyaan atau bukan.
“Tentu saja, “ aku menjawab, ceria. Tapi seketika aku berpikir, “Kau nggak senang ya, aku balik ke Amerika lagi nanti?”
Zessa terdiam, wajahnya menunduk. Tapi kemudian dia menjawab, “Enggak kok, rumahmu kan di Amerika, ngapain aku nahan-nahan kamu biar nggak pergi?” Dia tersenyum—tapi aku tahu dia sedih, “Makasih udah tinggal di tempatku selama dua hari ini.”
Dua hari yang menurutku, lumayan nggak membosankan, karena keluarga Zessa yang ramah—aku nggak percaya ada orang sebanyak itu di dalam rumah, dari nenek, kakek, dan saudara lainnya yang biasanya nggak tinggal serumah.
Aku cukup berat juga ninggalin dua hari yang cukup singkat namun memberiku satu pengalaman—yang singkat juga. Aku, sebagai bule nyasar, jadi tahu kehidupan keluarga normal di Indonesia. Ternyata nggak beda jauh sama Amerika ya, budaya Amerika ternyata menular ke hampir semua negara di dunia.
Sekarang, aku sampai di bandara Hussein Sastranegara. Zessa berpamitan pada ayahnya, mereka berbicara dalam bahasa yang nggak kumengerti, tapi itu juga bukan Bahasa Indonesia.
Zessa memesan tiket ke Jakarta. Aku bertanya, “Ke Jakarta bisa nggak pakai mobil?”
“Bisa sih,” jawabnya. “Cuma lama, 3 jam kalau lancar.”
“Jadi…” aku memutarkan mata. “Kalau naik pesawat memang berapa jam?”
“Nggak sampai sejam,” jawabnya. “Cepat sekali karena nggak ada macet di udara.”
Aku tertawa. Kami harus menunggu setengah jam untuk penerbangan ke Jakarta.
***
Sudah sekitar tiga jam aku menunggu di bandara bersama Dea—Ancita pulang duluan karena katanya dia ada acara bersama temannya. Aku memegangi kertas bekas yang ditulisi tulisan “JOE & NICK, IT’S KEVIN”
So silly. Dan sekarang aku melihat Joe muncul, bersama seorang cewek yang mengantarnya. Well, now’s the time. Aku teriak, “JOEE!!!”
Joe menoleh, dia berjalan ke arahku. Cewek yang mengantarnya juga. Aku dan Joe berpelukan, brothers’ hug! Dea dan temannya mengobrol dalam Bahasa Indonesia.
“Sekarang, tinggal Nick,” kata Dea.
Semuanya benar-benar serba mendadak dan nggak terencana. Oh iya, AKU BELUM CHECK OUT HOTEL.
Setelah pamit dulu sama Joe, Demi, dan temannya yang namanya Zessa, aku pergi dulu mau check out.
***
Aku sampai di bandara Soekarno-Hatta. Dan aku melihat Joe memegang karton bertuliskan, “JOE & NICK IT’S KEVIN”
Aku mengajak Astria berjalan menemui Joe dan dua orang cewek—yang sudah pasti menemukan Joe dan Kevin. Tapi tunggu dulu, kenapa Kevin nggak ada ya?
“Hai Joe,” aku memeluk Joe. Kangen sekali aku padanya, padahal baru dua hari nggak ketemu.
“Hei, Nick. Apa kabarmu dua hari ini?” tanyanya.
“Tentu saja baik, keluarganya Astria menerimaku di rumah mereka dengan baik,” jawabku, menoleh kepada Astria sebentar. “Kau sendiri gimana?”
“Tentu saja aku baik,” Joe mengeluarkan senyum khasnya. “Keluarganya Zessa juga baik. Dan aku mendapatkan makanan yang enak, aku harus minta Mama membuatkannya nanti.”
“Haha, jadi ceritanya kau beralih dari pancake, Joe?” aku menggodanya, “Hahaha”
Kami berlima tertawa bersama.
“Ngomong-ngomong, Kevin mana? Kok nggak ada?” tanyaku.
“Kevin lagi check out hotel dulu, bentar lagi dia ke sini,” jawab Joe.
“Oh,” aku merespon. “Eh, kenapa kau memegang kertas yang tulisannya ‘JOE & NICK IT’S KEVIN’?”
Joe melihat kertas itu, “Ini bekas Kevin tadi. Tadi kan Kevin ada di sini.”
Aku mengangguk.
Beberapa menit kemudian, sebuah suara memanggil aku dan Joe. Aku mengenali suara cempreng khas yang dimiliki oleh… KEVIN, dia datang.
***
Kevin kembali setelah check out dari hotel tempatnya menginap selama 2 hari ini, dia membawa koper kecilnya. Aku, Kevin, dan Nick berpelukan. Sementara tiga cewek yang menjadi ‘penyelamat’ kami mengobrol terpisah menggunakan Bahasa Indonesia.
Setelah aku, Kevin dan Nick mengobrol yang ‘khas saudara’, aku menoleh pada tiga cewek yang ‘menyelamatkan’ kami dari kesasar, “Kalian nggak apa-apa kami tinggal hari ini juga?”
Zessa menoleh kepada Astria, dank e Dea. Mereka berdiskusi sebentar, lalu Dea—yang jadi ‘juru bicara’ bilang, “Nggak apa-apa kok, hak kalian tuh.”
Aku, Kevin, dan Nick tersenyum kepada mereka.
Kevin memesan tiket ke Amerika sekarang. Nggak ada penerbangan untuk hari ini, jadi kami harus menginap lagi semalam di Indonesia untuk penerbangan besok.
Kami menginap di hotel yang dekat saja, di Mercure Ancol. Sementara Dea menginap di rumahnya sendiri, Astria dan Zessa menginap bersama kami—tentunya beda kamar, ya—di hotel yang sama.
Dua hari yang nggak terlupakan. Pengalaman yang sangat unik. Kesasar di negeri orang hanya karena salah satu dari kami berniat kabur untuk menenangkan diri.
***
Hari ini aku, Joe, dan Nick akan terbang pulang ke Amerika. Dua malam berada di Indonesia menyenangkan ternyata, dianggap bule nyasar oleh penduduk lokal, dan itu benar-benar unik. Aku bertemu dengan Dea dan Ancita yang baik menemaniku bertemu dengan Joe dan Nick—meskipun saat di bandara Ancita nggak ada. Aku juga bertemu Zessa yang dengan baik menerima Joe menginap di rumahnya selama semalam di Bandung. Oh, nggak lupa juga Astria, yang rela rumahnya jadi tempat nginap Nick di Berau kemarin.
Hari ini, aku, Joe, dan Nick harus berpisah dengan Dea, Ancita, Zessa, dan Astria. Sesaat sebelum penerbangan dimulai, kami berpamitan satu sama lain. Zessa dan Astria yang rumahnya bukan di Jakarta juga akan pulang ke rumah mereka masing-masing. Dea dan Ancita datang beberapa menit sebelum aku, Joe, dan Nick masuk ke pesawat.
Betul-betul menyenangkan. Sebagai balas budi, kami memberi Dea, Ancita, Zessa, dan Astria kesempatan nonton konser kami gratis dan juga backstage access serta koleksi CD kami. Berlebihan memang, tapi kalau nggak ada mereka, kami mau ngapain di Indonesia? Pasti makin terpuruk karena kesasar.
***TAMAT***
Err nama-namanya mungkin agak asing ya? Ya, mereka adalah temen temen seperjuangan saya di fanclub Jonas Indonesia -_-
© 2010 by Zessa Fadhilah Ghaisani. Powered by Blogger.